Betapa rindunya saya, sebagai warga yang tinggal di Jakarta-Bogor untuk menemukan pantai yang indah, unik dan bebas pencemaran wisata. Liburan 3 hari 2 malam kadang menjadi dilema karena untuk berkunjung ke pantai-pantai sekitar sudah bosan dan terasa biasa-biasa saja. Untuk berkunjung ke pantai lain yang eksotis kadang terasa jauh, tidak cukup waktu dan berat di kocek. Jadi rasanya perlu untuk menemukan tempat yang tidak terlalu jauh dari Jakarta, namun memiliki keistimewaan sendiri sebagai sebuah pantai.

Dengan membuka peta, saya menemukan sebuah dot kecil yang menunjukkan kota kecil Pameungpeuk, di ujung selatan Kota Garut. Yang penting masih ada jalan menuju kota itu pikir saya, dan sering terdengar pula bahwa Pameungpeuk mempunyai bentangan pantai yang indah dan masih asri. Info sekitar 9-10 jam perjalanan dari Jakarta kalau saya hitung-hitung worthed lah ditempuh untuk menjumpai keindahan alam yang katanya belum tercemari ini. Berempat, berangkatlah kami dengan berbekal sedikit informasi mengenai arah lokasi.
 |
Pak Nelayan dan jaring ikannya |
Tatkala sampai di tepi laut, Pantai Pameungpeuk saya langsung berpikir: betapa beruntungnya pantai ini, belum dibombardir oleh pembangunan wisata yang berlebihan. Ciri khas pantai Jawa Barat masih melekat, diantaranya warung-warung sederhana dengan atap daun kelapa, wisma dan penginapan kelas menengah – persis seperti kembali ke pantai tahun 80’an. Masyarakatnya menggantungkan diri sebagai nelayan, petani dan dari wisata dadakan saat liburan.
 |
Keanekaragaan avertebrata di genangan kolam air asin |
Pasir Pantai Pameungpeuk memiliki hamparan pasir berwarna coklat muda, berasal dari pecahan koral, dihiasi dengan serpihan-serpihan rumah kerang di pantainya. Air di sekitar perairan tampak berwarna biru muda sampai kehijauan, sebagian terhalang oleh gugusan karang, membentuk kolam-kolam air asin yang saat laut surut menyisakan kehidupan laut berwarna-warni di dalamnya. Gugusan karang ini juga membendung ombak besar setinggi 3 meter yang datang dari arah Samudera Hindia. Arus yang kuat ditambah palung laut di hadapan pantai, menurun sampai 2000 meter setelah beberapa kilometer menyebabkan lokasi perairan ini kurang cocok untuk daerah renang atau penyelaman.
Tiga obyek pantai yang terkenal di Pameungpeuk adalah Pantai Santolo, Pulau Santolo dan Pantai Sayang Heulang. Berjalan-jalan antar lokasi di Pantai dapat dilakukan dengan berjalan kaki dan menumpang perahu. Dari Pantai Santolo menuju Pantai Sayang Heulang hanya berjarak sekitar 2 km. Pulau Santolo dapat dikunjungi dengan berperahu sebentar dari Pantai Santolo dengan menyeberangi sungai, atau dengan menyeberang jembatan dari Pantai Sayang Heulang. Saya pikir berjalan kaki adalah alternatif terbaik untuk menikmat pemandangan Pantai Pameungpeuk.
 |
Kepiting lamun |
Siang hari di Pulau Santolo, di antara bentangan taman lautnya, saya menjumpai ikan berwarna-warni, siput laut, kepiting lamun, bintang ular, kelomang di antara karang-karangan. Cukup memakai sandal jepit dan membawa gelas bening, kita dapat melakukan penelitian sederhana mengenai kehidupan mikro di laut. Untuk melihat mereka, kita dapat mencelupkan gumpalan ganggang atau rumput laut selama semenit di gelas yang berisi air laut. Tak lama saat air di gelas tenang, udang, kepiting kecil, larva siput, dan sebagainya akan keluar dari persembunyiannya, menyingkap kekayaan biota laut yang tidak terperhatikan sebelumnya.
Pengunjung dapat berjalan-jalan di sekitar bentangan taman laut sejauh beberapa puluh meter dari pantai. Menuju ke arah barat, undak-undakan dari karang membentuk areal seperti terasering sawah, dimana air laut mengucur membentuk kanal-kanal dan jeram-jeram kecil ke bagian yang lebih rendah di tengah laut. Sulit dipercaya bahwa kita berada di areal pantai karena jeram-jeram ini lebih menampakkan bahwa kita seperti berada di sebuah anak sungai dan persawahan, hanya saja di tengah laut. Untuk menemui lebih banyak ragam makhluk hidup di laut, pengunjung dapat mengunjungi taman laut di depan bendungan / dermaga buatan Pulau Santolo.

Liburan bersama keluarga di Pantai Pameungpeuk patut dipertimbangkan sehubungan dengan fasilitas yang sudah memadai untuk keluarga. Sayang, khusus untuk menginap di Pulau Santolo, air bersih dan listrik masih menjadi kendala. Saran saya, menginap dapat dilakukan di Kedua Pantai sebelumnya. Pondokan, wisma, sampai kamar tersedia di sepanjang lokasi utama dari kelas low budget sampai menengah (Rp 30.000 – Rp 400.000)
Sebagai tambahan, Pantai Pameungpeuk ternyata cukup populer juga di kalangan wisawatan luar negeri, terutama di kalangan peselancar. Kedatangan mereka di bulan April sampai Juni membuktikan bahwa walau minim informasi di internet, nampaknya info mulut ke mulut cukup ampuh juga. Namun bagi yang menginginkan aktifitas snorkeling dan surfing disini, sebaiknya membawa sendiri peralatan-peralatannya sebab saya tidak menjumpai adanya lokasi penyewaan alat di sini, selain penyewaan alat pancing.
 |
Ikan segar di pelelangan |
Sore hari di Pantai, Anda dapat melewatkannya dengan membakar cumi dan ikan segar yang bisa dibeli di Pelelangan Ikan Santolo (buka di pagi hari).Untuk membakar atau menggoreng, warung-warung sepanjang pantai menawarkan pengolahannya sampai siap saji. Kecap, sambal, bawang sudah
all in, dengan menambah sekitar 15 ribu rupiah saja. Masakan khas daerah Pantai Pameungpeuk adalah masakan mata lembu, yaitu sejenis siput laut yang biasanya mendiami daerah karang. Mengolah masakan ini memerlukan keahlian karena ada bagian yang dihilangkan terlebih dahulu sebelum dimasak. Rasanya kenyal-kenyal gurih. 1 kg mata lembu plus masak dibandrol sekitar 20 ribu rupiah oleh warung-warung setempat. “Sedang susah pak, tidak musim” kata pemilik warung, menerangkan kelangkaan siput mata lembu saat ini. Bisa jadi juga kelangkaan ini menunjukkan sudah mulai terlewatinya daya dukung lingkungan di sekitar pantai.
Untuk pengunjung yang membawa kendaraan, apabila belum puas menikmati panorama pantai, Anda dapat melanjutkan berjalan kira-kira 9 km arah barat Pameungpeuk dimana kita dapat melihat kehidupan sehari-hari nelayan di Cikelet. Pantai Cijayana yang disukai sebagai lokasi berenang serta Pantai Rancabuaya terletak lebih jauh ke barat, sedangkan hutan Leuweung Sancang yang dahulu dipercaya sebagai pusat dari Kerajaan Sunda Kuno terletak 35 km kearah timur dari Pameungpeuk
GET THERE

Selain dapat ditempuh dengan kendaraan pribadi, pengunjung dapat menggunakan kendaraan umum. Dari Jakarta (Kp Rambutan, Lebak Bulus) terdapat bis menuju Garut melalui Cipularang (5-6 jam, Rp 35.000). Untuk bis AC biasanya diberangkatkan dari Terminal Bis Bogor (6 jam, Rp 35.000) atau dengan mencegatnya di perempatan Ciawi-Bogor. Jarak sepanjang 87 km (3-4 jam, Rp 20.000 – 25.000) antara Garut – Pameungpeuk dapat ditempuh dengan minibus “elp” dari Terminal Bis Garut melewati daerah berudara sejuk : perkebunan karet, teh, dan hamparan padi yang dikelilingi Gunung Guntur, Galunggung, Papandayan dan Cikuray, Anda dapat meminta langsung kepada pengemudi untuk diturunkan di Pantai Santolo atau Pantai Sayang Heulang. Menuju Pulau Santolo, pengunjung dapat menggunakan perahu dayung (Rp 2.000/orang sekali menyeberang).[Indra NH]