Pulau Pari ala Ransel
Time to camping ceriaaa....
the blue swing |
Setelah
sekian lama ingin menghirup udara segar karena sumpek aktivitas rutin,
finally saya berhasil mengajak "partner in crime" untuk camping di alam
terbuka. Dari sekian banyak tempat, gunung atau pantai akhirnya kami
memutuskan jalan ke Pulau Tidung karena saya amat suka pantai dan
tempatnya cukup terjangkau dengan budget yang minim. Setelah gugling
kesana-kemari akhirnya beberapa info mengenai transport dan akomodasi
bisa menjadi acuan. Berhubung travelingnya ala backpacker, jadi tenda
dan teman-temanya harus dipersiapkan.
Hari pertama #1
Saya berangkat kereta paling pagi dari Bogor jam 5.30 dan sekitar dua
jam kemudian sampai di stasiun Kota. Keluar dari stasiun trus berjalan
ke arah shelter busway dan menyebrang jalan. Metromini 02 arah Muara
Karang (warna biru) yang akan menuju pelabuhan sudah menunggu di depan
bank mandiri (dekat shelter busway). Perjalanan sekitar 10 menit
kemudian dilanjutkan naik angkot merah 01 jurusan grogol-muara angke
sampai terminal ujung. Untuk menuju pelabuhan bisa berjalan sekitar 5-10
menit atau naik odong-odong (sejenis becak motor), kami memilih
berjalan karena jalan macet tapi konsekuensinya jalanan becek dan bau
amis ikan yang sangat menyengat sepanjang jalan. Ketika tiba di
pelabuhan sudah banyak penumpang lain yang akan menyebrang juga, crowded
dan bingung karena tidak ada penunjuk arah atau informasi untuk setiap
tujuan kapal.
Semua orang sibuk dengan rombongannya masing-masing, saya akhirnya
bertanya ke abang-abang yang lagi nangkring di kapal. Kapal yang paling
dekat dengan gerbang pelabuhan tujuannya ke Pulau Pramuka kemudian
jajaran kapal di sebelahnya tujuannya ke Pulau Kelapa. Sedangkan kapal
untuk ke Pulau Tidung terhalang oleh kapal yang bersandar sehingga
harus desak-desakan berjalan diantara kapal-kapal yang lainnya.
Tiba-tiba ada yang berteriak "kapal ke Tidung habis...sudah full
semua..." Jiahhh...sudah bela-belain berangkat subuh-subuh tetep aja ga
kebagian kapal :( Daripada nunggu lama-lama kapal selanjutnya akhirnya
kami naik kapal yang paling dekat dari posisi kami menunggu, kapal itu
menuju Pulau Pari. Penasaran dan deg-deg'an pas kapal akhirnya melaju
menjauhi pelabuhan muara angke. Kami sama sekali tidak tau informasi
tentang pulau itu, tapi enjoy aja lah ya...Sekitar dua jam kapal
berlabuh di Pulau Pari, dermaganya kecil airnya biru hijau dan bersih
tanpa sampah :)
overload passanger |
Karena kami sama sekali buta informasi akhirnya sambil istirahat
ngeliatin rombongan lain yang sibuk bergerombol menuju homestay
masing-masing. Setelah nanya-nanya akhirnya kami mendapatkan informasi
kalau area camping ada di area Pantai Perawan yang menjadi spot andalan
pulau ini. Kemudian kami berjalan membelah pulau, melewati sekolah,
pemukimam penduduk yang berjejer rapi dan bersih. Sekitar 10 menit kami
sampai di pantai perawan dan membayar tiket untuk camping. Setelah
menemukan tempat yang enak buat leyeh-leyeh akhirnya kami membentangkan
hemock dan istirahat sambil ngobrol-ngobrol dengan orang pulau, salah
satunya Bp. Buyat. Banyak cerita dan gambaran mengenai pulau yang indah
ini dari mereka. Pulau Pari mulai terbuka untuk wisata sekitar 2 tahun
yang lalu, sebelumnya masyarakat adalah nelayan dan pembudidaya rumput
laut. Namun, karena laut yang semakin tercemar sehingga ikan berkurang
dan rumput laut tidak bisa tumbuh lagi, maka masyarakat berinisiatif
untuk melakukan promosi wisata pulau. Kebanyakan pengunjung yang datang
adalah rombongan paket tour, jarang pengunjung yang datang secara
individual atau backpacker seperti yang kami lakukan.
snorkling in the evening |
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Pa Buyat, kegiatan snorkeling
biasanya dilakukan di pulau tetangga yaitu pulau tikus atau bisa juga di
area sekitar pulau tanpa harus menyebrang. Akhirnya pada sore hari kami
menyewa sampan untuk ber'snorking di sekitar pulau saja. Sebenarnya,
ikan-ikan yang ada di sekitar area pulau cukup banyak tapi kondisi
terumbu karangnya biasa saja, kebanyakan berwarna pucat dengan
keanekaragaman yang rendah tapi lumayan lah...Ketika hari mulai gelap
kami segera berkemas untuk mencari tempat yang nyaman untuk mendirikan
tenda. Malam itu ada rombongan yang akan mengadakan acara di pantai
perawan, sehingga pasti akan bising sekali dengan adanya speaker di
dekat warung sekitar pantai. Sungguh sangat disayangkan moment untuk
menikmati indahnya pulau sedikit terganggu oleh suara musik dari speaker
tersebut.
Hari kedua #2
Pagi-pagi di luar tenda sudah ramai pengunjung yang mengabadikan 'sun
rise'. Menikmati pagi dengan secangkir kopi dengan pemandangan hamparan
laut biru dan pasir putih itu sangat menyenangkan dan menyegarkan.
Sekitar jam 9 pagi kami sudah packing dan siap-siap kembali ke dermaga
pelabuhan menunggu kapal yang akan membawa kami kembali. Sekitar jam 11
siang kapal jemputan sudah datang dan langsung diserbu pengunjung yang
akan kembali ke daratan. Kapal berangkat satu jam sesudahnya dan sampai
di pelabuhan muara angke sekitar jam 2 siang.
Note:
#Berhubung kami jalan ala bacpaker maka semua bekal/logistik kami bawa
dan dimasak sendiri sedangkan berdasarkan informasi penduduk menyediakan
paket prasmanan jika pesan terlebih dahulu. Harga makanan di warung
cukup 'normal' untuk area wisata.
#Kapal penyebrangan reguler kebanyakan masuk ke paket wisata jadi
penumpang yang ga ikut paket bayar langsung ke awak kapalnya atau beli
tiket di pelabuhan (dengan asuransi).
it's tedong-tedong |
How to get there and the cost (PP):
* Bogor-Kota >> 4000 (kereta ekonomi)
* Kota-Muara Karang >> 4000 (metromini)
* M. Karang-Muara Angke >> 4000 (angkot merah 01)
* M. Angke-Pelabuhan >> 4000 (odong-odong) kalau jalan juga deket
* Pelabuhan-Pulau Pari >> 60000 (kapal kayu), 64000 (pakai
asuransi), 52000 (kapal kerapu) penumpang terbatas dan pelabuhan
terpisah
* Tiket pantai perawan >> 10000
* Sewa alat snorkeling >> 30000
*Sewa satu sampan >> 50000 (sekitar 2 jam, bisa lebih tergantung nego)
0 Response to "Pulau Pari ala Ransel"
Post a Comment